Politik
Perang 12 Hari Telah Berakhir, Apa yang Didapat Trump, Netanyahu, dan Khamenei?
Perang selama 12 hari berakhir dengan mengubah dinamika kekuasaan, meninggalkan Trump, Netanyahu, dan Khamenei dengan keuntungan yang tak terduga; apa arti semua ini bagi konflik di masa depan?
Setelah konflik selama 12 hari, kita menyaksikan lanskap yang kompleks di mana pemimpin-pemimpin kunci muncul dengan keuntungan yang berbeda-beda. Masing-masing tokoh—Donald Trump, Benjamin Netanyahu, dan Ayatollah Ali Khamenei—telah memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan posisi mereka, baik secara domestik maupun internasional. Narasi mereka dibingkai sedemikian rupa sehingga tidak hanya melayani kepentingan mereka, tetapi juga mencerminkan implikasi yang lebih luas bagi stabilitas regional.
Trump telah memposisikan dirinya sebagai mediator, mengklaim peran sentral dalam menengahi gencatan senjata. Ia membanggakan pendekatannya yang disebut “peace through strength” (damai melalui kekuatan), yang bertujuan menunjukkan pengaruh dan ketegasan AS di kawasan tersebut. Dengan mencari pengakuan atas upaya diplomatiknya, termasuk potensi nominasi Nobel Perdamaian, ia berusaha memperkokoh warisannya sebagai pembawa perdamaian. Strategi ini berpotensi memberinya leverage diplomatik yang signifikan, memungkinkan dia untuk tetap relevan dalam diskusi politik, terutama saat ia mengisyaratkan pencalonan sebagai presiden di masa depan.
Di sisi lain, Netanyahu menafsirkan hasilnya sebagai kemenangan strategis bagi Israel. Ia menekankan kerusakan besar yang dilakukan pada fasilitas nuklir Iran, menunjukkan bahwa kemunduran ini telah menunda ambisi nuklir Iran. Dengan membingkai konflik ini demikian, ia memperkuat posisinya secara domestik, menggambarkan dirinya sebagai pembela keamanan nasional. Narasi ini cocok dengan basis pendukungnya, memperkuat gagasan bahwa Israel tetap menjadi kekuatan yang tangguh di kawasan, mampu menegaskan kepentingannya terhadap ancaman yang dirasakan.
Sementara itu, Khamenei, menilai konflik ini sebagai keputusan taktis daripada kekalahan. Ia menyoroti ketahanan Iran dan komitmennya dalam menentang tekanan dari AS dan Israel. Pembingkaian ini tidak hanya meningkatkan kebanggaan nasional tetapi juga mengamankan citranya sebagai pemimpin yang teguh di tengah kesulitan. Dengan mempertahankan narasi perlawanan, ia berusaha meningkatkan posisi Iran sebagai aktor regional yang tetap setia terhadap kedaulatan dan tujuan ideologisnya.
Meskipun gencatan senjata ini menyebabkan pengurangan sementara ketegangan regional, penting untuk diakui bahwa semua pihak tetap mempertahankan kemampuan militernya. Situasi ini menunjukkan sifat rapuh stabilitas regional, yang mengindikasikan bahwa meskipun perdamaian sementara tercapai, potensi konflik di masa depan tetap besar.
Maneuver masing-masing pemimpin selama periode ini menunjukkan bagaimana konflik dapat dimanfaatkan untuk keuntungan politik, memperkuat gagasan bahwa pencapaian kekuasaan sering kali mengalahkan pencarian perdamaian yang sejati. Dalam keseimbangan yang rapuh ini, kita merenungkan masa depan kawasan yang penuh ketegangan dan ketidakpastian.
-
Lingkungan9 bulan agoPeneliti Temukan Spesies Baru Kutu Air Raksasa, Dinamakan Darth Vader
-
Kesehatan9 bulan agoApa Saja Penyakit yang Dapat Diatasi dengan Mengonsumsi Air Kelapa Secara Rutin? Berikut 6 di Antaranya
-
Lingkungan9 bulan agoApa Itu Ikan Coelacanth Kuno yang Ditemukan oleh Nelayan di Gorontalo, Inilah Penjelasan Para Ahli BRIN
-
Olahraga9 bulan agoHasil Liga 1: Balotelli Cetak Gol di Injury Time, PSM Hindari Kekalahan
-
Nasional9 bulan agoBERITA TERKINI: Rifky, Siswa SMPN 7 Mojokerto yang Hilang di Pantai Drini, Ditemukan Pagi Ini
-
Teknologi4 bulan agoKronologi dan Dugaan Penyebab Kebakaran Wuling Air EV di Bandung
-
Ragam Budaya10 bulan agoPelestarian Budaya Lokal – Usaha untuk Mempertahankan Identitas Nasional
-
Nasional10 bulan agoProyek Infrastruktur Terbesar di Indonesia – Apa yang Menanti di Tahun 2025?
