Politik
Gelombang Aksi Protes Terhadap UU TNI Dari Surabaya sampai Kupang
Protes yang meningkat terhadap Undang-Undang TNI yang kontroversial dari Surabaya sampai Kupang menunjukkan ketakutan mendalam akan otoritarianisme—apakah suara rakyat akan didengar?

Seiring dengan meletusnya protes di seluruh Indonesia pada tanggal 24 Maret 2025, kita menyaksikan kemarahan yang signifikan terhadap Undang-Undang TNI yang baru saja diundangkan, yang banyak dikritik karena memperluas wewenang militer ke dalam tata kelola sipil. Keprihatinan terasa nyata saat ribuan orang turun ke jalan-jalan di kota-kota seperti Surabaya, Kupang, Palangkaraya, dan Malang, menuntut pencabutan legislasi kontroversial ini. Aktivis mengungkapkan kekhawatiran tentang implikasi bagi hak-hak sipil, khawatir bahwa pengawasan militer yang meningkat akan mengganggu hak-hak warga dan mengikis prinsip-prinsip demokrasi.
Di Surabaya, sekitar 1.000 peserta dari Front Anti Militarisme berkumpul di luar Gedung Negara Grahadi, memblokir jalan-jalan utama dan menyerukan penolakan terhadap Undang-Undang TNI. Keteguhan mereka dihadapi dengan perlawanan dari penegak hukum, mengakibatkan bentrokan yang menyebabkan sekitar 40 orang ditangkap. Konfrontasi ini menyoroti ketegangan yang berkembang antara warga yang memperjuangkan kebebasan mereka dan pemerintah yang dipersepsikan semakin otoriter.
Jelas bahwa ketakutan akan pengaruh militer dalam urusan sipil telah menyalakan semangat perlawanan di kalangan masyarakat.
Di Kupang, demonstran menurunkan bendera Indonesia ke posisi setengah tiang, simbol duka mereka atas hak-hak sipil yang mereka percaya terancam oleh Undang-Undang TNI. Bentrokan dengan otoritas di DPRD NTT lebih lanjut menggambarkan kegelisahan tersebut, saat para pengunjuk rasa menyuarakan suara mereka melawan apa yang mereka anggap sebagai intrusi militer yang tidak dapat diterima ke dalam tata kelola sipil. Aksi pembangkangan ini sangat resonan dengan mereka yang menghargai hak-hak mereka dan berusaha untuk melindunginya.
Situasi meningkat di Malang, di mana protes berubah menjadi kekerasan, menyebabkan banyak cedera, termasuk luka serius pada salah satu pengunjuk rasa. Kekacauan ini menyoroti risiko yang bersedia diambil individu untuk melindungi kebebasan mereka. Secara mengganggu, enam individu dilaporkan hilang di tengah penahanan polisi, meningkatkan kekhawatiran tentang perlakuan terhadap para pembangkang dan potensi pelanggaran hak asasi manusia dengan dalih mempertahankan ketertiban.
Di seluruh protes ini, muncul seruan yang bersatu untuk pencabutan Undang-Undang TNI, mencerminkan kekhawatiran luas tentang dampak pengawasan militer dalam tata kelola sipil. Aktivis khawatir bahwa otoritas seperti itu akan mengikis hak-hak sipil dan menciptakan lingkungan penindasan ketimbang kebebasan.
Saat kita mengamati peristiwa ini terungkap, menjadi semakin penting untuk mempertimbangkan keseimbangan antara keamanan dan hak-hak individu. Ketabahan yang ditunjukkan oleh para pengunjuk rasa ini menjadi pengingat akan perjuangan berkelanjutan untuk demokrasi dan pentingnya melindungi kebebasan kita dari pengaruh militer yang merambah.
-
Lingkungan8 bulan ago
Peneliti Temukan Spesies Baru Kutu Air Raksasa, Dinamakan Darth Vader
-
Kesehatan8 bulan ago
Apa Saja Penyakit yang Dapat Diatasi dengan Mengonsumsi Air Kelapa Secara Rutin? Berikut 6 di Antaranya
-
Lingkungan8 bulan ago
Apa Itu Ikan Coelacanth Kuno yang Ditemukan oleh Nelayan di Gorontalo, Inilah Penjelasan Para Ahli BRIN
-
Olahraga8 bulan ago
Hasil Liga 1: Balotelli Cetak Gol di Injury Time, PSM Hindari Kekalahan
-
Nasional8 bulan ago
BERITA TERKINI: Rifky, Siswa SMPN 7 Mojokerto yang Hilang di Pantai Drini, Ditemukan Pagi Ini
-
Ragam Budaya9 bulan ago
Pelestarian Budaya Lokal – Usaha untuk Mempertahankan Identitas Nasional
-
Teknologi2 bulan ago
Kronologi dan Dugaan Penyebab Kebakaran Wuling Air EV di Bandung
-
Ragam Budaya9 bulan ago
Festival Budaya Nusantara – Merayakan Keberagaman Indonesia