Politik
Legislator PDIP Mengkritik Kehadiran Militer di Kampus
Mengungkap kekhawatiran atas kehadiran militer di kampus, seorang legislator PDIP berpendapat itu mengancam kebebasan akademik—akan kah universitas mengindahkan peringatan tersebut?

Dalam pernyataan berani yang mencerminkan kekhawatiran di antara mahasiswa dan staf pengajar, TB Hasanuddin, seorang legislator dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), telah mengkritik keras kehadiran militer di kampus universitas, berargumen bahwa hal itu merusak kebebasan akademik seperti yang diuraikan dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi No. 12 tahun 2012. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan penting tentang peran pengaruh militer di ruang pendidikan yang idealnya harus mendorong pemikiran dan penyelidikan yang bebas.
Hasanuddin menekankan bahwa fungsi utama militer adalah pertahanan nasional, bukan intervensi di institusi akademik. Kita tidak bisa mengabaikan implikasi dari keberadaan personel militer di kampus, terutama ketika kehadirannya bisa mengintimidasi mahasiswa dan mengganggu lingkungan belajar yang esensial. Insiden baru-baru ini, seperti keterlibatan militer selama diskusi mahasiswa, telah memicu kekhawatiran luas tentang efek pembekuan pada aktivisme mahasiswa dan kebebasan berekspresi.
Ketika mahasiswa merasa diawasi atau ditekan, fondasi eksplorasi akademik menjadi terganggu. Seruan legislator agar kepemimpinan universitas menjaga kemandirian ruang akademik adalah pengingat yang diperlukan tentang tanggung jawab institusi pendidikan. Kita harus berusaha menciptakan lingkungan yang kondusif untuk penyelidikan bebas, tidak terkontaminasi oleh tekanan eksternal, terutama dari entitas militer.
Pengawasan publik terus-menerus dan liputan media mengenai kegiatan militer di kampus mencerminkan kecemasan sosial yang lebih luas tentang bagaimana pengaruh militer dapat merusak integritas akademik. Sangat penting bagi kita untuk mengakui bahwa kebebasan akademik bukan hanya hak istimewa; ini adalah hak fundamental yang memungkinkan berpikir kritis dan mendorong inovasi.
Saat kita menganalisis kritik Hasanuddin, kita harus mempertimbangkan implikasinya bagi mahasiswa dan staf pengajar. Kehadiran personel militer dapat menciptakan iklim ketakutan, meredam dialog terbuka dan mencegah perspektif yang beragam. Hal ini sangat mengkhawatirkan di era dimana kita memerlukan diskusi dan debat yang dinamis untuk mengatasi masalah sosial yang kompleks.
Tanpa kebebasan akademik, kita berisiko terjebak dalam siklus di mana ide-ide disensor, dan inovasi terhambat. Menyikapi argumen ini, kita harus mendorong pemisahan yang jelas antara fungsi militer dan ranah akademik. Universitas seharusnya menjadi tempat suci untuk pertumbuhan intelektual, bebas dari pengaruh kekuatan eksternal yang dapat merusak misinya.
Kami, sebagai pemangku kepentingan dalam sistem pendidikan, perlu mendukung upaya yang melindungi lingkungan akademik kami dari intrusi militer. Mempertahankan kebebasan akademik bukan hanya sebuah ideal; itu adalah kebutuhan untuk masa depan masyarakat kita.
-
Ekonomi1 hari ago
Indonesia Beruntung Masuk 20 Negara Pertama yang Bernegosiasi dengan AS
-
Politik1 hari ago
Di Ambang Perang, Berikut Perbandingan Kekuatan Militer Antara India dan Pakistan
-
Ekonomi1 hari ago
Harga Emas Hari Ini, 25 April 2025, Antam, UBS, Galery 24 Terus Melemah
-
Nasional1 hari ago
Jokowi dan Delegasi Tiba di Roma untuk Menghadiri Pemakaman Paus Fransiskus
-
Ekonomi1 hari ago
Pengumuman! Harga Emas Kembali Gila, Melonjak Hampir 2%