Connect with us

Sosial

“Indonesia Gelap”: Anak Mereka Makan Gratis, Orang Tua Di-PHK

Di permukaan, program makanan gratis untuk anak-anak di Indonesia tampak menguntungkan, tetapi apa yang tersembunyi di baliknya mengungkapkan kenyataan yang mengkhawatirkan tentang pengangguran dan keputusasaan.

free meals parents laid off

Di Indonesia, kita menghadapi kontradiksi yang mengkhawatirkan: program “Makan Bergizi Gratis” pemerintah menyediakan makanan gratis untuk anak-anak sambil mengurangi anggaran bantuan sosial. Banyak orang tua mengalami pemecatan, memperdalam kesulitan ekonomi. Ketika para siswa berdemo, kita melihat seruan untuk pertanggungjawaban yang sebenarnya dan solusi yang komprehensif. Jelas bahwa menyediakan makanan saja tidak cukup ketika keamanan pekerjaan tidak ada. Situasi ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk pendekatan holistik untuk memerangi kelaparan dan pengangguran, mengungkapkan masalah sistemik yang lebih dalam yang harus kita ungkap.

Seiring dengan berlangsungnya protes “Indonesia Gelap” pada 17 Februari 2025 di Jakarta, menjadi jelas bahwa inisiatif pemerintah untuk menyediakan makanan bergizi gratis bagi anak-anak sangat kontras dengan kenyataan keras yang dihadapi oleh banyak keluarga.

Meskipun program “Makan Bergizi Gratis” (MBG) berjanji untuk mengurangi kelaparan di kalangan anak-anak, program ini mengabaikan gambaran yang lebih besar tentang kesenjangan ekonomi yang sangat mendalam dalam masyarakat kita. Sekitar 1.000 mahasiswa dari Universitas Indonesia berkumpul bersama, menyatakan ketidakpuasan mereka terhadap pemotongan anggaran yang telah membuat banyak orang tua berjuang dengan pengangguran mendadak.

Ironinya terasa jelas: di satu sisi, pemerintah mempromosikan program MBG sebagai pencapaian yang signifikan, namun di sisi lain, mereka mengeluarkan Instruksi Presiden No. 1 tahun 2025, yang mengurangi anggaran kesejahteraan sosial sebesar Rp306,69 triliun. Pemotongan ini bukan hanya angka; mereka mewakili keluarga nyata yang kehilangan akses ke layanan esensial yang mendukung penghidupan mereka.

Saat berdiri di antara para pengunjuk rasa, jelas bahwa makanan gratis, meskipun bermanfaat, tidak mengatasi kebutuhan mendesak akan pekerjaan atau stabilitas ekonomi. Orang tua tidak dapat memberi makan anak-anak mereka jika mereka dipecat dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan.

Protes ini berfungsi sebagai platform penting bagi mahasiswa untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah. Mereka meminta evaluasi menyeluruh terhadap program sosial, berargumen bahwa setiap inisiatif yang gagal mempertimbangkan penyebab utama dari kesulitan ekonomi secara fundamental cacat.

Kita harus bertanya pada diri sendiri: seberapa efektif makanan itu jika disajikan kepada anak yang orang tuanya kehilangan pekerjaan? Mahasiswa mendesak pemerintah untuk memprioritaskan penciptaan pekerjaan dan jaring pengaman sosial daripada sekadar menyediakan solusi permukaan yang meredakan kemarahan publik.

Di era kesadaran yang meningkat ini, kita tidak bisa mengabaikan suara yang menyerukan keadilan dan keadilan. Protes itu tidak hanya menyoroti keluhan tentang pemotongan anggaran tetapi juga kebutuhan mendesak akan pemerintah yang benar-benar mendengarkan warganya.

Sangat penting bagi kita untuk meminta pemimpin kita bertanggung jawab atas keputusan mereka dan menuntut kebijakan yang mengatasi kesenjangan ekonomi yang semakin meningkat. Saat kita merenungkan peristiwa hari itu, kita harus ingat bahwa perubahan nyata berasal dari pemahaman tentang hubungan antara kelaparan, pengangguran, dan kesejahteraan sosial.

Mari kita terus mendorong masyarakat di mana tidak ada anak yang kelaparan, dan tidak ada orang tua yang tertinggal.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Trending

Copyright © 2025 The Speed News Indonesia