Sosial
Mengirim Anak Nakal ke Barak Militer Mengancam Hak-Hak Anak
Mengabaikan hak-hak anak, usulan untuk mengirim remaja yang nakal ke barak militer menimbulkan kekhawatiran serius—apa potensi konsekuensi bagi perkembangan mereka?

Saat kita mempertimbangkan usulan dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mengirim siswa yang “nakal” ke barak militair demi pembentukan karakter, kita tidak bisa tidak merasakan campuran kekhawatiran dan rasa ingin tahu. Ide menggunakan pelatihan militer sebagai bentuk disiplin anak menimbulkan pertanyaan penting tentang keseimbangan antara bimbingan dan kontrol. Apakah kita benar-benar mengatasi masalah perilaku, ataukah kita berisiko memperjauh jarak anak muda kita?
Mengirim siswa, terutama yang berjuang dengan kenakalan, ke barak militer selama enam bulan hingga setahun mungkin tampak seperti solusi cepat. Namun, kita perlu merenungkan implikasi dari pendekatan semacam ini. Kritikus seperti Ubaid Matraji dari JPPI mengingatkan bahwa metode ini bisa menimbulkan trauma bagi anak-anak. Kehadiran TNI dan Polri dalam inisiatif ini menambah lapisan kekhawatiran lainnya. Apakah kita sedang menciptakan lingkungan yang penuh pertumbuhan, atau malah menanamkan rasa takut dan militarisme dalam sistem pendidikan kita?
Kita juga harus mempertimbangkan suara dari figur legislatif seperti Lalu Hadrian Irfani, yang mendesak agar berhati-hati sebelum melaksanakan program tersebut. Hak-hak anak kita tidak boleh dikompromikan demi disiplin semata. Pendidikan adalah hak dasar, dan kita harus memprioritaskan hal itu daripada langkah-langkah hukuman.
Alih-alih mengirim anak-anak ke pelatihan militer, bukankah sebaiknya kita mengeksplorasi metode yang lebih mendukung dan konstruktif untuk mengatasi tantangan perilaku mereka?
Penting untuk diakui bahwa remaja kita bukanlah secara inheren “nakal.” Mereka sedang menjalani dunia yang kompleks, dan tindakan mereka sering mencerminkan masalah yang lebih dalam yang membutuhkan pengertian dan belas kasih. Daripada mengasingkan mereka dalam setting militer, kita bisa menciptakan program yang melibatkan mereka secara positif, menawarkan mentoring dan konseling. Pendekatan ini tidak hanya menghormati hak mereka, tetapi juga memberdayakan mereka untuk belajar dari kesalahan mereka dalam lingkungan yang penuh dukungan.
Usulan untuk mengirim anak-anak ke barak militer mungkin berasal dari kekhawatiran terhadap ketertiban masyarakat, tetapi berisiko menyederhanakan masalah yang kompleks tentang kenakalan remaja. Kita semua menginginkan masyarakat di mana anak-anak dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab, tetapi kita harus memilih jalan yang menghormati kebebasan dan hak mereka.
Mari kita dukung solusi yang mengutamakan pendidikan dan pengertian, bukan kontrol dan isolasi. Hanya dengan begitu kita benar-benar dapat mendukung remaja kita dalam membangun karakter dan berkembang menjadi individu yang kita inginkan.
-
Politik1 hari ago
Ditangkap oleh Kejaksaan Agung – Kasus Dugaan Korupsi Melibatkan Bos Sritex Iwan S. Lukminto
-
Hiburan Masyarakat1 hari ago
Jawaban! Berikut Alasan Mengapa D’masiv Membeli Nama untuk Shelter Transjakarta Petukangan
-
Ekonomi1 hari ago
Berita Terkini! IHSG Melonjak Seketika, Melompat 1% Setelah Penurunan Suku Bunga BI
-
Politik1 hari ago
Ade Armando Mengungkapkan Jokowi Pernah Berkata, “Tidak Mudah Mendukung Ganjar” dalam Pemilihan Presiden 2024
-
Politik1 hari ago
Menkop Budi Arie ke KPK untuk Audiensi tentang Pencegahan Korupsi
-
Sosial7 jam ago
Apa Itu ‘Fantasi Darah’ yang Populer di Facebook? Cari Tahu Faktanya Di Sini
-
Ekonomi7 jam ago
Harga Emas Antam Naik Rp21.000, Hari Ini Sentuh Rp1,9 Juta
-
Ekonomi7 jam ago
RI Menemukan Ladang Gas Besar, Terbesar di Asia Tenggara